Kekerasan Terhadap Anak
Stop
Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Dodi, (bukan nama
sebenarnya) pemuda 22 tahun yang mengalami tindak asusila yang di lakukan oleh
tengganya sendiri masih mengalami trauma, padahal sudah 14 tahun sejak kejadian
itu terjadi. Kejadian itu bermula saat usia nya masih 8 tahun,dodi yang selalu
bermain di depan rumah nya di panggil dan di ajak ke dalam rumah tetangganya
yang hanya berjarak 2 meter, namanya anak-anak
dodi pun akhirnya mau di ajak tetangganya tersebut. Pada awalnya
tetangganya hanya mengajak dodi untuk bermain di dalam rumah, entah apa yang
merasuki tengganya sampai-sampai tega melakukan tindak asusila terhadap anak di
bawah umur tersebut. Selama melakukan aksi bejatnya tersebut, mula-mula tetangganya
mengajak dodi bermain gulat di dalam
rumahnya yang sepi. Tapi, alih-alih mengajak bermain gulat tetangganya
malah melampiaskan hawa nafsunya terhadap anak di bawah umur tersebut. Selama
aksinya berjalan tetangganya selalu menutup pintu dan jendela rumahnya agar
tidak ada seorang pun yang tahu.
Ketidak tahuan orang
tua dan kepolosannya dodi sering mendapat tindak asusila yang di lakukan oleh
tetangganya sendiri sampai berkali-kali. Meskipun sudah bertahun-tahun sejak
kejadian itu terjadi dodi masih sulit untuk melupan apa yang di alaminya di
masa lalu,atau diasa di kenal dengan TRAUMA
PSIKOLOGIS,di mana orang yang mengalaminya akan mengalami di antaranya :Trauma secara Seksual (Traumatic sexualization),
Merasa Tidak Berdaya (Powerlessness), Stigmatization,Stres dan menarik diri
dari pergaulan lingkungannya. Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu,
memiliki gambaran diri yang buruk. Atas kejadian tersebut dodi cenderung
menjadi anak yang pendiam dan tidak suka bergaul dengan orang lain,entah itu di
lingkungan sekolahan maupun di rumah,di tambah ia sering di bully oleh
teman-temannya.
Trauma yang di alaminya mungkin sudah sangat melekat di
ingatanya,hingga ketika ia ingin melupakan kejadian tersebut justru rasa trauma
itu semakin sulit untuk di lupakan. Mungkin trauma itu sulit di sebuhkan
lantaran ia tidak mau terbuka terhadap dirinya sendiri,teman, serta keluarganya
dan kurangnya pengetahuan orang bahgaimana cara menghilangkan TRAUMA PSIKOLOGIS terhadap korban
pelecehan seksual. Ada 4 faktor penyebab
munculnya banyak kasus kekerasan dan pelecehan seksual di Indonesia, menurut
Aris Merdeka Sirait diantaranya adalah adanya anak yang berpotensi menjadi
korban kekerasan,menurutnya anak yang berpotensi menjadi korban adalah anak
yang penakut,hiperaktif,dan bebaju ketat. Ke-dua adanya anak atau orang dewasa
yang berpotensi menjadi pelaku. Ini di
karenakan pela menkonsumsi pornografi yang sangat mudah untuk di akses melalui
internet. Ke-tiga adanya peluang untuk kekerasan. Hal ini di karenakan kurang
nya pengawasan orang tua terhadap anak.
Yang keempat adalah adanya
pencetus oleh pelaku dan korban anak yang menjadi pencetus biasanya anak yang
suka melakukan kontak fisik tanpa bisa menolak. Korban biasanya menutupi kasus
karena telah diancam. Merupakan tugas dari orang tua itu sendiri supaya dapat
menjaga dan melindungi anak agar anak tidak menjadi korban dari kekerasan dan
pelecehan.
Kekerasan seksual pada anak
merupakan tingkat kekerasan yang paling tinggi dibandingkan dengan kekerasan
fisik dan psikologis. Kekerasan pada anak di Indonesia sampai dengan September
2006 telah terjadi 861 kasus, 60% diantaranya adalah kasus kekerasan seksual
pada anak. Indonesia disorot sebagai negara yang memiliki perlindungan yang
sangat lemah terhadap anak (Komnas Perlindungan Anak, 2006). Berdasarkan
catatan Komnas Perempuan 2016, saat ini kasus kekerasan seksual naik menjadi
peringkat kedua dari keseluruhan kasus kekerasan terhadap perempuan. Saat ini
kekerasan seksual tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, tahun 2016 ini
mulai bermunculan secara bergantian kasus kekerasan dan pelecehan seksual di
kota kecil dan desa dimana korbannya adalah anak dibawah umur.
Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak
(Komnas PA) menyebut pengaduan pelanggaran hak anak terus meningkat.
Ini berdasar data yang dihimpun Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komnas Anak,
dalam kurun waktu 2010-2015.
Sekretaris Jenderal Komnas PA, Samsul Ridwan mengatakan jumlah aduan pada 2010 sebanyak 2.046, di mana 42 persen di antaranya merupakan kejahatan seksual. Pada 2011 menjadi 2.467 kasus, yang 52 persennya kejahatan seksual.
Sementara pada 2012, ada 2.637 aduan yang 62 persennya kekerasan seksual.
"Meningkat lagi di 2013 menjadi 2.676 kasus, di mana 54 persen didominasi kejahatan seksual. Kemudian pada 2014 sebanyak 2.737 kasus dengan 52 persen kekerasan seksual. Melihat 2015, terjadi peningkatan pengaduan sangat tajam, ada 2.898 kasus di mana 59,30 persen kekerasan seksual dan sisanya kekerasan lainnya," kata Samsul di kantornya, Jakarta, Selasa (22/12/2015).
Menurut dia, data ini diperoleh melalui layanan anak, hotline service, layanan email, dan Facebook, serta surat menyurat.
Bukan hanya itu, Samsul menjelaskan pada 2015, Komnas PA melalui Pusdatin, mencatat, sebagian besar kekerasan anak terjadi di lingkungan terdekat seperti rumah dan sekolah.
"62 persen kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan terdekat keluarga dan lingkungan sekolah, selebihnya 38 persen di ruang publik. Bukan hanya itu, predator atau pelaku kejahatan terhadap anak juga dilakukan orang terdekat seperti anak, guru, ayah tiri, abang, keluarga terdekat,
Sekretaris Jenderal Komnas PA, Samsul Ridwan mengatakan jumlah aduan pada 2010 sebanyak 2.046, di mana 42 persen di antaranya merupakan kejahatan seksual. Pada 2011 menjadi 2.467 kasus, yang 52 persennya kejahatan seksual.
Sementara pada 2012, ada 2.637 aduan yang 62 persennya kekerasan seksual.
"Meningkat lagi di 2013 menjadi 2.676 kasus, di mana 54 persen didominasi kejahatan seksual. Kemudian pada 2014 sebanyak 2.737 kasus dengan 52 persen kekerasan seksual. Melihat 2015, terjadi peningkatan pengaduan sangat tajam, ada 2.898 kasus di mana 59,30 persen kekerasan seksual dan sisanya kekerasan lainnya," kata Samsul di kantornya, Jakarta, Selasa (22/12/2015).
Menurut dia, data ini diperoleh melalui layanan anak, hotline service, layanan email, dan Facebook, serta surat menyurat.
Bukan hanya itu, Samsul menjelaskan pada 2015, Komnas PA melalui Pusdatin, mencatat, sebagian besar kekerasan anak terjadi di lingkungan terdekat seperti rumah dan sekolah.
"62 persen kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan terdekat keluarga dan lingkungan sekolah, selebihnya 38 persen di ruang publik. Bukan hanya itu, predator atau pelaku kejahatan terhadap anak juga dilakukan orang terdekat seperti anak, guru, ayah tiri, abang, keluarga terdekat,
Oleh karena itu, agar jumlah kekerasan pada anak terjadi
penurunan yang siginifikan, Komnas PA merekomendasikan sejumlah hal. Pertama,
menjadikan kekerasan anak sebagai kejahatan luar biasa dan dimasukan ke Perppu
Hukuman Kebiri.
"Kemudian mendorong Komisi III agar memasukan kekerasan
anak pada pembahasan RUU KUHP, mendorong Presiden untuk segera mewujudkan
tanggung jawab lintas kementerian/lembaga serta pemda dalam melaksanakan Inpres
Nomor 5 tahun 2014," lanjut Samsul.
Selain itu, membentuk tim reaksi cepat perlindungan anak
berbasis masyarakat di masing-masing daerah. Dia juga menyarankan agar
pemerintah mempercepat pengesahan Perppu Hukum Kebiri.
"Juga memastikan hak anak dalam perkawinan siri. Mendorong pusat dan
daerah melaksanakan percepatan pelaksanaan UU Nomor 11 tahun 2012 tentang
sistem peradilan pidana anak. Serta mendesak keluarga Indonesia untuk
menciptakan lingkungan rumah dan keluarga ramah anak," pungkas Samsul
“Hanya sebuah cerita yang
saya ambil dari lingkungan sekitar dan media tentang kejahatan seksual terhadap
anak-anak di bawah umur. Jangan biarkan predator anak merenggut masa depan
penerus Negara ini.”
Comments
Post a Comment